Cerita Bionicers : “Pengamatan Burung atau Mencari Jalan Pulang ?”
Sabtu, 30 April 2016. Pagi yang indah untuk memulai
pengalaman baru. Hari itu, adalah kali pertamanya aku mengikuti kegiatan JBW
atau Jogja Bird Walk. JBW adalah kegiatan pengamatan burung dan diskusi
antarpengamat burung se-Yogyakarta yang dikoordinasi oleh PPBJ (Paguyuban
Pengamat Burung Jogja). JBW kali ini dilaksanakan di Hutan Tritis dan diikuti
oleh sekamir 37 peserta yang kebanyakan adalah anggota KPB Bionic.
Kami tiba di lokasi pengamatan sekamir pukul 08.00
WIB. Dalam pengamatan kali ini, kami dibagi menjadi 3 kelompok dengan rute yang
berbeda. Aku dan temanku, Fianti berada dalam kelompok yang sama, kelompok 2.
Selain kami berdua, ada Mas Hasbi, Mas Bima, Mas Praja, Mbak Ulfia, Mbak Nia,
Mbak Iin, dan Mbak Diva di kelompok kami. Sempat minder juga karena hanya kami
cikalang di kelompok ini dan harus bersanding dengan para senior yang sudah
hebat. Tapi itu tidak menjadi masalah, karena aku malah bisa menggali banyak
ilmu dari mereka.
Singkat cerita, kami memulai perjalanan dan
mengambil rute belok kiri dari jalan utama dan mulai memasuki Hutan Tritis.
Pada awal perjalanan kami menemukan beberapa burung, diantaranya Kacamata biasa,
Sepah kecil, Wallet linchi, dan Bondol jawa. Kami melanjutkan perjalanan, masuk
lebih dalam lagi ke dalam hutan. Kami masih saja asik mengamati burung dan
menjumpai beberapa burung lagi, yaitu Jinjing batu dan Munguk beledu. Tak lupa
juga kami berfoto-foto hits di tempat-tempat yang spot fotonya bagus. Iya,
mungkin itu salah satu kebiasaan yang sudah membudaya dan tidak bisa
ditinggalkan. Karena saking asiknya selfie,
kami – Aku, Fianti, Mbak Ulfia, Mbak Nia, Mbak Iin, dan Mbak Diva- hampir saja
ditinggalkan oleh Mas Praja, Mas Bima, dan Mas Hasbi. Selain megamati burung,
hari itu, saya juga belajar banyak hal khususnya dari Mas Praja. Beliau menjelaskan
kepada kami berbagai hal, mulai dari pohon anggrek sampai pohon bambu.
Kami terus melanjutan perjalanan dan sempat sesekali
kebingungan di persimpangan jalan. Seperti “Mau pilih belok kanan, belok kiri,
atau lurus?” Kami sempat beberapa kali bingung arah juga tetapi akhirnya kami
bisa bertemu dengan kelompok lain, yaitu kelompok 1.
Setelah bertemu dengan kelompok 1, kami tidak
bergabung dengan mereka, tetapi malah memilih rute yang berlawanan. Makin masuk
dan naik ke dalam hutan lagi. Karena di jalan kami menemukan spot foto yang
bagus lagi, kami pun berhenti dan berfoto-foto (lagi). Cukup lama juga kami
berfoto pada beberapa spot dan dengan berbagai gaya. Ini salah foto kami
sebelum beberapa menit kemudian kami bingung nyari jalan pulang. Foto kami pas kami
masih bahagia.
Kelompok kami jadi tinggal tersisa 7 orang karena
Mas Praja dan Mas Bima sudah berjalan terlebih dahulu. Kami ditinggalkan, tapi
itu juga karena kesalahan kami yang terlalu lama dan asik berfoto. Kami, dengan
dipimpin Mas Hasbi, mulai masuk lagi ke dalam hutan. Awalnya, semua baik-baik
saja sebelum negara api menyerang. Jalan yang kami tempuh seakan-akan bukan menuju
arah pulang, tetapi malah semakin jauh ke dalam hutan. Jalan setapak yang kami
lalui pun seakan tidak pernah terinjak. Kami mulai takut dan panik. Akan tetapi,
kami masih berusaha tenang dan mencari jalan kembali. Rasanya, setiap jalan
setapak yang kami lalui hanya berujung pada sebuah jurang. Hal itu sempat kami
alami kurang lebih 3 kali. Bahkan sebenarnya, jalan setapak yang kami lalui itu
berada di pinggir jurang dan melintas di sepanjang tepi jurang. Udara di hutan
pun terasa pengap. Sinar matahari hanya bisa masuk sangat sedikit melalui
celah-celah pohon bambu yang berdaun sangat rimbun. Kami mulai panik tak
terkendali. Mulai berpikir yang tidak-tidak, seperti “Gimana kalau kami nggak
bisa keluar dari hutan ini?” juga pikiran dari mbak Ulfia “Gimana kalo kami
ketemu hantu?”juga Fianti yang malah berpikir akan ada headline di surat kabar
yang menyebutkan bahwa “Mahasiswa Pengamat Burung UNY Hilang di Hutan Tritis”.
Kebingungan yang sama sekali tidak menambah baik suasana. Selain itu, kami juga
malah sempat saling menyalahkan dan menyesali “Kenapa tadi nggak gabung
kelompok 1 aja?” juga dikuti asumsi tentang feeling masing-masing. Itu tidak
lain karena kami sudah tidak bisa berfikir jernih dan tenang lagi.
Kami pun sadar bahwa berdebat dan panik tidak akan
membuat kami keluar secara ajaib dari hutan ini. Kami pun memilih melanjutkan
perjalanan. Beruntungnya, kami bertemu dengan seorang bapak yang sepertinya warga
desa pinggir hutan. Kami bertanya apakah jalan keluar dari hutan masih jauh.
Beliau menjawab bahwa tinggal sebentar lagi kami bisa keluar dari hutan. Kami pun
merasa senang dan mulai tenang. Terus berjalan dengan kecepatan penuh menyambut
jalan keluar. Tidak ada lelah yang kami rasakan, yang ada tinggal bagaimana
agar kami bisa cepat pulang. Mas Hasbi pun sempat menggoda dengan berkata “Eh
bagus lho spot fotonya di sini.” tapi kami hanya menjawab dengan “Udah nggak
mood foto mas, yang penting pulang.”
Kurang lebih 15 menit kami berjalan, namun jalan
keluar yang katanya sudah dekat tadi belum kami temui juga. Kami pun mulai panik
lagi. Namun, kepanikan tersebut tidak berlangsung lama karena beberapa menit
kemudian jalan utama yang kami lalui saat berangkat tadi mulai terlihat.
Herannya, ternyata kami keluar dari arah sebelah kanan hutan. Arah yang
berlawanan dengan arah awal kami masuk hutan tadi. Jadi, kami tadi muterin
hutan?
Akan tetapi, Alhamdulillah kami bisa keluar dari
Hutan Tritis dengan sehat dan selamat tak kurang suatu apapun dan malah nambah
pengalaman, pengalaman nyasar. J
Inilah kami, kelompok 2, kelompok “Macan Nyasar”........
--------
Terimakasih,
Rika Pratiwi (Pendidikan Kimia UNY 2015)
Tidak ada komentar