CELEPUK: Ngungap dan Sate Khasnya
(Cerita Selepas Pulang Kegiatan)
Oleh: Ella Isnaini
Sesampainya di Ngungap, Aku terkagum melihat betapa indahnya pemandangan yang ada. Berdiri di sebuah tebing yang tinggi dan disajikan hamparan air laut berwarna biru berhiaskan bukit-bukit dan tebing di tepinya berhasil memanjan mata ini. Cuacanya pada saat itu cerah dan tidak terlalu panas. Ngungap ini merupakan tempat yang masih asri sekali karena masih jarang dikunjungi banyak orang. Jadi bisa terbayangkan kalo kita pergi ke tempat ini serasa tempat liburan pribadi wkwkwk.
Oleh: Ella Isnaini
Kala itu Minggu, 16 Februari 2020, Aku bersama teman-teman Kelompok Pengamat Burung Bionic main ke Ngungap dengan tujuan utama untuk mengamati Burung Buntut Sate. Kegiatan ini baru direncanakan dua hari sebelum pelaksanaannya. Teman-teman Bionic yang ikut yaitu Mas Kir, Mas Abe, Mas Aghnan, Mas Arif, Mas Hisyam, Mas Fizhul, Mbak Desi, Tisha, Riska, dan Desti. Oh iya, untuk Tisha, Riska, dan Desti ini merupakan teman-teman sejoliku di Bionic. Jadi, jangan heran kalau sering melihat kami selalu bersama, wkwkwk.
Aku berangkat dari rumah pukul 05.15 WIB dan sampai di Bukit Bintang pukul 05.50 WIB. Sesampainya di Bukit Bintang, Aku merasa beruntung karena mendapatkan momen pemandangan indah Gunung Merapi. Di Bukit Bintang inilah, Kami bertemu kemudian melakukan perjalanan bersama ke Ngungap. Sebenarnya kami telah menyepakati untuk berangkat Bersama pukul 5 pagi. Namun, alhasil pukul 7 lebih kami baru memulai perjalanan dari Bukit Bintang. Dibutuhkan waktu selama 3 jam lebih untuk sampai Ngungap.
Pemandangan Gunung Merapi saat Pagi Hari dari Bukit Bintang |
Sesampainya di Ngungap, Aku terkagum melihat betapa indahnya pemandangan yang ada. Berdiri di sebuah tebing yang tinggi dan disajikan hamparan air laut berwarna biru berhiaskan bukit-bukit dan tebing di tepinya berhasil memanjan mata ini. Cuacanya pada saat itu cerah dan tidak terlalu panas. Ngungap ini merupakan tempat yang masih asri sekali karena masih jarang dikunjungi banyak orang. Jadi bisa terbayangkan kalo kita pergi ke tempat ini serasa tempat liburan pribadi wkwkwk.
Ngungap ini juga merupakan tempat satu-satunya di dunia untuk bisa melihat burung buntut sate secara dekat tanpa harus menaiki kapal. Jadi, aku bersyukur karena telah mengunjungi tempat ini. Tak lama setelah kami sampai, ada seekor burung buntut sate memperlihatkan dirinya seolah-olah menyapa kedatangan kami. Disitulah momen pertama kalinya aku dan teman-teman melihat burung cantik berekor panjang (seperti tusuk sate) berwarna putih bersih. Kami pun berganti-gantian melihat burung ini menggunakan binokuler. Senang sekali bisa melihat burung buntut sate ini secara langsung, bahkan dekat.
Sebelum pengamatan dilanjutkan, kamipun makan bersama terlebih dahulu supaya ada tenaga sebelum berperang, wkwkwk. Berperang di sini maksudnya pengamatan bersama lho ya. Setelah itu kami melanjutkan pengamatan. Pengamatan dilakukan di atas tebing yang cukup tinggi sehingga hati-hati ya buat yang akan pengamatan di sini, apalagi jika takut ketinggian. Jika kaki salah melangkah sedikit saja, kita bisa tercebur ke laut.
Selain pengamatan, karena didukung oleh pemandangan yang indah kami juga tak lupa untuk foto-foto mengabadikan momen. Pengamatan menyusuri daerah yang ada di sekitar bukit pun juga kami lakukan. Sehingga kami bisa menemukan berbagai jenis burung disana, seperti burung alap-alap kawah, caladi ulam, dederuk jawa, kapinis rumah, dan masih banyak lagi.
Setelah melakukan penyusuran, kami kembali melakukan pengamatan di spot pertama, yaitu di pinggir tebing. Saat itu aku merasa beruntung, karena mendapatkan kesempatan untuk berlatih fotografi bersama Mas Kir. Jadi, Mas Kir ini adalah salah satu sesepuhnya Bionic. Dan yang aku tahu, foto karya hasil jepretannya Mas Kir ini bagus-bagus. Beliau juga yang mengajak kami untuk pengamatan burung buntut sate di Ngungap. Mas Kir tidak hanya mengajarkan tentang cara mengambil gambar burung dengan pose terbang, namun beliau juga meminjamkan lensa kameranya yang mahal itu kepada kami. Kemudian kamipun satu-persatu memotret burung buntut sate. Dan aku mendapat kesempatan yang pertama. Ternyata memotret burung itu tidak semudah yang dibayangkan, apalagi burung buntut sate ini terbang terus. Sebelum memotret, kita harus tahu bagaimana perilaku burung tersebut. Kita juga harus bersabar menunggu burung itu mendekat ataupun momennya. Sehingga dengan memotret burung ini dapat melatih kesabaran kita.
Selain itu, saat akan memotret burung kita harus fokus terhadap objek yang akan diambil gambarnya. Jangan seperti ceritaku ini ya! Jadi saat akan mengambil gambar, aku sudah fokus dengan satu burung buntut sate. Posisiku dalam mengambil gambar ini adalah duduk di atas batu di pinggiran tebing. Kemudian teman-teman yang di belakangku pada berteriak memberitahuku bahwa ada burung buntut sate lain yang mendekat. Spontan saja, hal itu membuat fokusku menjadi goyah. Niat hati ingin mengikuti teriakan teman-teman, saat berdiri dan akan berbalik badan… ehhh gubrakkkk… Yang ada aku malah terjatuh dan kehilangan momen burung yang mendekat. Disini aku bersyukur karena kamera beserta lensanya aman tidak rusak, serta aku tidak terperosok jatuh ke laut. Alhamdulillah aku masih diberi perlindungan, hanya saja peristiwa jatuh itu memberi bekas luka lebam pada lututku. Peristiwa jatuh ini menjadi momen yang tak terlupakan untukku.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang, kamipun menyudahi kegiatan seru ini dan beranjak pulang. Ditengah perjalanan pulang, kami mampir di sebuah warung es kelapa muda untuk melepas dahaga. Selain itu kami juga mampir ke Mie Ayam & Bakso Fajar yang mana katanya merupakan salah satu tempat makan favorit dari bionicers. Setelah perut kenyang, kami melanjutkan perjalan pulang hingga rumah masing-masing. Kegiatan hari itu memberikan cerita panjang dan berkesan untukku, yang tak bisa kutuangkan dalam sekilas cerita perjalan ini. Terimakasih 😊
Mengamati foto tebing curam itu, sejenak Mengingatkan masa² indah dulu, berangkat bersama sahabat menembus hujan hanya sekedar untuk mengamati burung putih berekor bak garpu tala. Sekarang hanya bisa tersenyum saja jika memori membawa kembali ke masa dimana ketika bangun pagi membuka mata, tidak harus berfikir, primer masih Ada? Tip pipet ready? Mesin PCR Sudah dikalibrasi?... Dan yang jelas, saat itu saya masih muda dan masih six pack perutnya, hahahaha
BalasHapus