CELEPUK: Kisah Si "Kegasiken"
(Cerita Selepas Pulang Kegiatan)
Oleh: Ella Isnaini
Pergam Day 2? Ya, itu adalah nama kegiatan pengamatan burung yang telah kuikuti
bersama teman-teman Bionic pada Minggu, 10 Oktober 2021 di Jatimulyo. Pergam
merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang biasa dilaksanakan Bionic saat
penerimaan anggota baru. Walaupun bukan anggota baru, aku sangat antusias untuk
bisa mengikuti pengamatan tersebut. Hal ini karena kurang lebih sudah 1 tahun
lamanya aku tidak bisa bergabung dengan teman-teman untuk mengikuti pengamatan
akibat dari kecelakaan yang kualami. Jadi, Aku merasa sangat senang. Akhirnya
bisa kembali mengikuti pengamatan burung bersama teman-teman Bionic.
Layar
handphone sudah menunjukkan pukul 06.25 pagi, dengan rasa antusias yang tinggi
aku sudah berada di depan parkiran laboratorium FMIPA UNY. Ternyata kebiasaanku
dari awal mengikuti Bionic ini masih sama, yaitu pasti datang paling awal.
Sembari menunggu teman-teman lainnya untuk berkumpul, aku melihat di sekitar
tempat dudukku ada beberapa burung Cucak Kutilang dan burung Merbah Cerukcuk
hinggap dari satu pohon ke pohon yang lainnya. Burung Cucak Kutilang ini
merupakan burung pertama yang kuamati saat pertama kali bergabung dengan Bionic.
Sehingga memiliki memori tersendiri, walaupun sudah lama tidak mengikuti
pengamatan tetapi kalau untuk burung satu ini tidaklah lupa. Satu-persatu teman
berdatangan untuk mengikuti kegiatan pergam ini. Senangnya saat itu bisa kembali
menyapa teman-teman Bionic secara langsung, apalagi ternyata ada calon anggota
baru yang satu prodi denganku, yaitu dari Pendidikan IPA. Setelah semua
berkumpul, kami memulai perjalanan dari kampu UNY menuju tempat pengamatan
burung yaitu Jatimulyo. Pada kesempatan ini aku memilih untuk mengendarai motor
sendiri, karena ada sedikit trauma untuk dibonceng.
Setengah perjalanan sudah
dilalui dengan lancar. Ramainya perjalanan pagi itu menambah rasa kebahagiaan.
Akan tetapi, tiba-tiba motorku macet saat harus melewati sebuah tanjakan.
Perasaan panik dan cemas mewarnai pikiranku saat itu. Jalanan menuju Jatimulyo
ini memang terkenal dengan tanjakannya yang cukup tinggi dan berkelok-kelok.
Alhamdulillah, setelah itu motornya masih bisa dinyalakan sehingga kuputuskan
untuk melanjutkan perjalanan. Namun, saat harus melewati tanjakan berikutnya,
motorku macet lagi. Aku hanya berpikir motor ini tidak kuat untuk melewati
tanjakan karena mungkin sudah lama tidak digunakan. Motor pun masih bisa menyala
kembali, lalu kulanjutkan perjalanan. Atas saran dari salah satu teman, saat itu
kecepatan motorku lambat sekali, agar motor tidak macet kembali. Dan saat
melewati tanjakan yang cukup tinggi, motorku macet lagi. Dari titik inilah
motorku sudah benar-benar macet dan tidak bisa dinyalakan. Setelah berdiskusi,
akhirnya motorku ini dititipkan di parkiran sebuah café dan diambil saat
perjalanan pulang. Dengan perasaan sedikit takut, akhirnya perjalanan
dilanjutkan dan aku bonceng Tisha. Untuk pertama kalinya aku bonceng Tisha.
Berdasarkan penglihatanku tiap kali pengamatan, Tisha ini kalau mengendarai
motor bisa dibilang agak ngeri sih. Tapi karena keadaan aku harus bonceng Tisha.
Di sepanjang perjalanan apabila aku merasa ketakutan maka aku akan memejamkan
mata dan pegangan dengan kuat. Ya, setakut itu aku untuk bonceng orang lain.
Perjalanan yang naik turun tanjakan dan berkelo-kelok pun telah terlewati hingga
akhirnya rombongan sampai di Jatimulyo, tepatnya di tempatnya Mas Kelik.
Pengamatan burung di Jatimulyo? Ya, pergam kali ini berkesempatan untuk
melakukan pengamatan di Jatimulyo. Lebih tepatnya di Dusun Gunung Kelir, Desa
Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon progo, daerah Istimewa Yogyakarta. Beragam
burung hutan, burung air, dan juga ada burung raptor hidup bebas dikawasan
tersebut. Desa ini dikenal sebagai ekowisata pengamatan burung karena kekayaan
satwa burungnya. Senang rasanya bisa kembali melakukan pengamatan di Jatimulyo
ini. Kalau dihitung berarti aku sudah tiga kali pengamatan di Jatimulyo.
Pengamatan burung di Jatimulyo tidak akan membosankan karena selain banyaknya
jenis burung yang bisa diamati, suasana di sana juga sangat mendukung,
pemandangannya indah, dan juga penduduknya yang ramah-ramah bisa membuat
pengunjungnya semakin betah untuk pengamatan burung. Dan setahuku Jatimulyo ini
selain untuk pengamatan burung, bisa juga untuk spot fotografi, tempat
pengambilan data untuk penelitian, bahkan pernah dengar juga digunakan sebagai
tempat untuk Jambore. Buat yang baca ceritaku ini, jangan lupa buat pengamatan
burung di Jatimulyo ya! Rasakan sendiri sensasinya, slebew… iklan dikit gapapa
lah ya, wkwk.
Mari dilanjut ceritanya. Sesampainya di tempat Mas Kelik, kami pun
istirahat sejenak sembari membagi kelompok untuk pengamatan agar tidak terlalu
ramai. Oh iya, aku belum memberitahu ya siapa saja yang ikut pengamatan kali
ini. Ok, aku kasih tahu sekalian pembagian kelompok ya. Jadi, anggota dibagi
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Mas Hammas, Desti, Tisha,
Desti Nur, Mbak Waryati, Sekar, Malik, dan pastinya ada aku. Kelompok kedua ada
Mas Ghozi, Mas Afrizal, Mas Dzikron, Mbak Ivo, Mbak Sefi, Fani, Riska, dan
Frisna. Karena Aku di kelompok satu, jadi aku hanya bisa cerita bagian
pengamatannya kelompok 1 ya.
Kelompokku ini mengamati burung hutan yang ada di
sekitar belakang tempat tinggal Mas kelik. Pada pergam kali ini, calon anggota
yang bisa ikut pengamatan bersama di jatimulyo hanya 3 orang yaitu ada Mbak
Mariyati, Sekar dan Malik. Maklum, masih PPKM alias suasana pandemi Covid’19.
Pengamatan juga masih dilaksanakan dengan jumlah anggota terbatas dan pastinya
selalu mematuhi protokol kesehatan. Sebelum pengamatan, ada pengenalan alat
kepada calon anggota baru seperti cara penggunaan binokuler dan buku MacKinnon.
Dokumentasi Pengamatan
Dan pengamatan dimulai. Baru memulai perjalanan saja,
kelompok kami sudah menemukan burung kecil yang bertengger di pohon kelapa. Kami
pun mencatat karakteristik apa saja yang ada pada burung tersebut sebagai
petunjuk untuk melakukan pengidentifikasian nama burung, seperti ukuran burung,
bentuk paruh, warna mata, dll. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan sembari
mengamati pohon yang ada di kanan dan kiri jalan. Setiap menemukan burung, kami
berhenti sejenak untuk mencatat karakteristiknya. Sampai akhirnya kelompokku
memutuskan untuk berhenti dan menunggu burung-burung datang. Sembari menunggu,
kami melakukan pengidentifikasian burung. Dan didapatkan hasil ada Burung-madu
Kelapa, Cucak Kuning, dan Bondol Jawa.
Cuaca saat pengamatan berubah-ubah, dari
mendung kemudian panas dan mendung lagi. Kami sempat cemas karena cuacanya
mendung dan gelap dikira akan turun hujan, tapi ternyata setelah itu cuacanya
panas kembali. Setelah menemukan beberapa burung hutan, kami melanjutkan
perjalanan untuk kembali ke tempat Mas kelik sekalian mengamati burung-burung
yang ada. Pengamatan ini berlangsung kurang lebih selama 2 jam, yaitu dari jam
10 sampai jam 12. Sesampainya di tempat Mas Kelik, kami bertemu kembali dengan
kelompok 2 dan melakukan ishoma.
Mengidentifikasi burung yang ditemui
Setelah ishoma, Aku dan teman-teman
berdiskusi mengenai hasil pengamatan. Kelompok 1 menemukan ada 13 nama burung,
yaitu Burung-madu Kelapa, burung Cucak Kuning, burung Cabai Bunga-Api, burung
Bondol Jawa, burung Cipoh Kacat, burung Alap-Alap Sapi, Burung-madu Sriganti,
burung Pelanduk Topi-hitam, burung Elang-ular Bido, burung Cinenen Jawa, burung
Pijantung Kecil, burung Madu Jawa, dan burung Kedasi Hitam.
Sementara kelompok 2
menemukan 6 nama burung, yaitu burung Pijantung kecil, burung Prenjak coklat,
burung Cucak kutilang, burung Walet linci, burung Cabai bunga-api, dan
Burung-madu kelapa. Selain hasil pengamatan, kami juga berdiskusi tentang cerita
dari tiap calon anggota, seperti alasan bergabung dengan Bionic dan juga
pengalaman selama pengamatan burung. Setelah itu, rupanya ada salah satu anggota
yang terdahulu atau biasanya kami sebut dengan sesepuh Bionic, yaitu Mas
Zulkarnain Hadza atau biasa dipanggil Mas Juki. Beliau berkenalan dan bercerita
kepada kami tentang keikutsertaannya di Bionic. Setelah semua kegiatan selesai,
kamipun memulai perjalanan pulang. Sebelum itu, Kami tak lupa mengabadikan momen
dengan foto Bersama.
Perjalanan pulang dimulai sekitar pukul 2 siang. Tidak jauh
dari tempat makan, Kami memutuskan berhenti sejenak di sebuah warung makan untuk
mengisi perut yang sudah keroncongan. Disaat teman-teman sedang menyatap
makanannya dengan lahap, aku justru kehilangan nafsu makan. Hal ini karena
perasaan khawatir, takut, bingung dan sedih bergemuruh dipikiranku. Aku
kepikiran tentang motorku yang macet, apakah nantinya bisa nyala kembali atau
tidak karena jarak rumahku bisa dibilang jauh sekali. Sampai akhirnya makananku
tidak habis dan kami melanjutkan perjalanan pulang.
Sesampainya di parkiran
café, ternyata ketakutan terbesarku benar-benar terjadi, yaitu motornya macet
total. Untung saja ada mas Hammas dan Mas Dzikron yang bisa membantu untuk
membawa motor tersebut ke bengkel. Setelah dicek oleh pemilik bengkel, ternyata
motornya kehabisan oli sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk bisa
memperbaiknya. Dengan segala pertimbangan, akhirnya motor itu ditinggal di
bengkel agar diperbaiki. Motor itu harus ditinggal pulang karena sebuah
ketidakmungkinan apabila aku harus menuntun motor tersebut dari Kulon Progo
sampai rumahku yaitu di Koripan, Sundumatani, Ngemplak, Sleman.
Setelah itu,
Kami melanjutkan perjalanan untuk ke Kampus UNY. Kondisi jalan pada saat itu
sangat ramai dan waktu menunjukkan hampir magrib. Sepanjang perjalanan aku
menutup mata karena Tisha bawa motornya ngebut seperti menantang maut.
Sesampainya di Kampus UNY, karena motorku ditinggal dibengkel akhirnya aku
diantar pulang oleh Mas Hammas. Dan Alhamdulillah selamat sampai rumah.
Pengamatan burung kali ini memberikan cerita yang berkesan untukku. Mulai dari
pengamatan pertama setelah 1 tahun tidak mengikuti pengamatan karena sakit.
Senang sekali bisa pengamatan burung lagi bersama teman-teman Bionic, dan juga
bisa berkenalan langsung dengan calon anggota baru Bionic. Selain pengamatan
burung juga sekalian liburan karena di Jatimulyo tempatnya recommended deh
pokonya. Dan pengamalan yang menakutkan adalah dibonceng oleh Tisha. Serta
pengalaman yang menyedihkan adalah motorku macet total karena kehabisan oli.
Gimana lengkap sudah ceritaku ini, mulai dari cerita senang, sedih, dan takut
ada. Tapi senang karena teman-teman Bionic ini baik-baik sekali, pokoknya
tingkat kepeduliannya tidak perlu diragukan lagi. Terima kasih teman-teman
Bionic. Kira-kira setelah ini pengamatan kemana lagi ya? Apakah masih berani
untuk pengamatan di tempat yang jauh? Apakah semakin takut dibonceng? Wkwkwk
tunggu saja cerita selanjutnya yahh!
Tidak ada komentar