Header Ads

KPB Bionic UNY
  • Breaking News

    Harmoni Bionic dan Biolaska dalam AWC di Rawa Jombor


    Tim pengamat AWC 2024 di Rawa Jombor

        Setiap tahun, para pengamat burung berkumpul untuk merayakan keanekaragaman burung air di Asia Tenggara melalui Asian Waterbird Census (AWC). 18 Januari 2024 menjadi saksi ketika Bionic dan Biologi Pencinta Alam Sunan Kalijaga (Biolaska) bersatu untuk mengabadikan keelokan burung air di Rawa Jombor, Kabupaten Klaten, baik dalam bentuk daftar spesies, foto, maupun sketsa. Sebagaimana kepanjangan namanya, Biolaska merupakan kelompok studi pecinta alam yang beranggotakan mahasiswa biologi dan pendidikan biologi dari UIN Sunan Kalijaga. Kolaborasi ini tidak hanya menggambarkan pencapaian luar biasa dalam pemetaan spesies burung air di Rawa Jombor, tetapi juga mencerminkan keintiman persahabatan antara Bionic dan Biolaska yang telah tumbuh seiring waktu.

    Dalam kisah epik Asian Waterbird Census (AWC), Bionic dan Biolaska memulai perjalanan mereka secara terpisah. Meskipun janji bertemu pada pukul 6 pagi tergores dalam agenda, tetapi seperti kebiasaan tak terhindarkan di masyarakat Indonesia, keberangkatan mereka tak bisa luput dari kejadian terlambat. Namun, di tengah kekacauan waktu para manusia bionic, Haqqul, seorang demisioner Bionic yang penuh dedikasi pada kegiatan birdwatching, diam-diam menyimpan ekspetasi tinggi terhadap tingkat ketepatan waktu kelompok ini, mengingat adanya kolaborasi dengan Biolaska sang sahabat jiwa Bionic. Sayangnya, setelah menempuh perjalanan terburu-buru atas dasar rasa bersalah berangkat menyusul, dia dikecewakan oleh betapa santainya anak-anak Bionic yang ternyata masih mampir untuk makan soto. Walau demikian, sarapan bukanlah dosa, apalagi mempertimbangkan kegiatan AWC tergolong kategori sedang dalam melibatkan kekuatan fisik. Maka dia pun memilih untuk menjalani pengamatan mandiri sambil menunggu kesiapan tim. 


    Setelah mengisi tenaga dengan sajian soto yang menggugah selera, tim  dari Bionic melanjutkan perjalanan hingga dapat bersua dengan pasukan handal dari Biolaska. Terjadi perkenalan singkat untuk mempererat kembali ikatan antara kedua tim yang terus mengalami regenerasi anggota ini. Demi efektivitas waktu, mereka pun membagi tim menjadi tiga yang masing-masing terdiri atas perwakilan Bionic dan Biolaska. Tim pertama dipimpin oleh Bodrex dari Bionic, tim kedua oleh Vidia dari Biolaska, dan tim tiga oleh Sk dari Bionic. Dengan formasi yang kuat, mereka pun siap melibas Rawa Jombor untuk mencatat setiap kehadiran indah spesies burung air dalam AWC dengan semangat kolaborasi yang tak tertandingi. 

    Pada awalnya, tim satu dipercayakan untuk mendata burung di area persawahan, sementara tim dua dan tiga menyusuri tepian Rawa Jombor untuk menjelajahi paparan eceng gondok yang masih tersisa, dengan harapan menemukan spesies burung air eksotis. Namun, tim dua dan tiga tidak berhasil menemukan burung air yang lebih menarik daripada Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) dan Blekok Sawah (Ardeola speciosa) sehingga memutuskan untuk menyusul tim satu. 

    Di sisi lain, Haqqul yang telah lebih dulu mengelilingi Rawa Jombor tidak mendapati adanya spesies menarik. Dia pun bergabung dengan tim satu karena berpikir bahwa keberadaan tipe habitat rawa yang lebih dominan di area persawahan memungkinkan penemuan lebih banyak burung air disana. Dalam penelusuran Haqqul di kumpulan eceng gondok, Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus) dan Bambangan Kuning (Ixobrychus sinensis) berhasil ditemukan.  Dia sempat ditinggalkan oleh tim satu lalu berjumpa dengan Anjas, salah satu seniornya di Kelompok Studi Odonata, yaitu kelompok studi biologi UNY yang berfokus pada pengamatan capung. Reuni mereka sempat mengalihkan agenda AWC menjadi “mengapung” alias mengamati capung. Haqqul pikir, “sambil menyelam minum air.” Mereka menyisir eceng gondok bersama untuk mencari burung sekaligus capung.  Tidak ada kemajuan dalam pencarian burung air, Haqqul pun berpindah ke area padang rumput hingga akhirnya menjumpai  burung yang berdasarkan ciri-ciri morfologi dan habitat terindentifikasi sebagai Berkik Ekor-lidi (Gallinago stenura). 

    Disusul oleh Vidia dan Sk yang memboyong rombongannya untuk bertukar titik pengamatan dengan tim Bodrex, mereka menyebar di area persawahan. Sayangnya, mereka tidak berhasil menemukan lebih banyak burung air. Mereka malah memperoleh burung-burung urban seperti Cabai Jawa (Dicaeum trochileum), Cinenen Pisang (Orthotomus sutoris), Perkutut Jawa (Geopelia striata), Tekukur Biasa (Spilopelia chinensis), Cipoh Kacat (Aegithina tiphia), dan Bondol-bondolan. Karena tidak menemukan titik terang terkait keberadaan burung air, pendataan pun dihentikan.

    Ketiga tim berkumpul di warung terdekat untuk beristirahat dan menyapa mas Udin yang merupakan salah satu pionir Bionic. Mereka berdiskusi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan spesies burung air di Rawa Jombor sembari bernostalgia tentang keasrian waduk tersebut sebelum revitalisasi. Diskusi terkait hasil AWC juga berlangsung seru. Laporan dari tim satu menunjukkan pula dokumentasi mandar batu yang gagal disadari oleh tim lain di area rawa Jombor. Namun karena jumlah species yang diamati pada Rawa Jombor kurang begitu memuaskan untuk di-input sebagai data AWC, akhirnya mereka berpindah ke Embung Krikilan atas usulan mas Udin dengan pertimbangan habitatnya jauh lebih alami daripada Rawa Jombor terkini. 

    Diskusi bersama hasil pengamatan

    Dengan mengemban kekecewaan dan penyesalan atas kesaksian Berkik Ekor-lidi dan Mandar Batu (Gallinulla chloropus) yang hanya dialami beberapa oleh orang saja, tim pun menyambangi Embung Krikilan dan melakukan eksplorasi secara brutal.   Rombongan segera dibagi menjadi dua tim dengan rute yang berbeda. Lucunya justru tim kedua ini tidak sengaja terbentuk karena salah seorang pengamat sedang pergi ke kamar mandi. Alhasil kelompok ini hanya terdiri dari Haqqul, Selo, dan  distya saja. Pada pohon kering tak berdaun di tepian embung, mereka menemukan Kepudang Kuduk-hitam (Oriolus chinensis) yang tengah memamerkan pesona melalui bulu kuningnya di puncak pohon. Tak berselang lama, Kekep Babi (Artamus leucoryn) dengan gaya terbangnya yang khas melesat mengalihkan perhatian. Mereka juga naik ke ke bukit di sekeliling embung dan mendapati tiga Tangkar Cetrong (Crypsirina temia) yang mulanya disalahpahami sebagai Srigunting, sedang melompat-lompat di pohon bambu. Sejenak mencipta kekaguman dalam batin Selo dan Distya kemudian terbang. 

    Sementara itu, Bodrex membawa sisa tim untuk mengeksplorasi sisi bukit lain. Mereka mendaki tanah yang pada dasarnya mudah gugur sehingga mengakibatkan beberapa anggota seperti Arsy dan Eka jatuh berkali-kali. Kabar buruknya, rasa sakit dari itu tidak mendapat balasan setimpal karena kondisi lingkungan yang tertutup vegetasi mengakibatkan sulitnya pandangan menangkap pergerakan burung. Diantara Cabai Jawa, Cipoh Kacat, dan Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus), hanya Scarlett-headed Flowerpecker saja yang berhasil tampak oleh mata. Mereka pun turun setelah menjumpai begitu banyak ulat bulu dan buntu di dataran rumput yang sukar dilewati. Pada akhirnya mereka hanya duduk di tepian embung untuk menikmati kupu-kupu di tepian embung. 

    Saat senja menjemput malam, Bionic dan Biolaska saling berpamitan untuk pulang ke sarang masing-masing. Aktivitas mengudara bersama ke Klaten khususnya Rawa Jombor dan Embung Krikilan ini usai setelah ditutup melalui sesi foto bersama. 


    Dokumentasi akhir AWC berupa foto bersama keluarga KPB BIONIC UNY 


    Tidak ada komentar