Dulu Penikmat, Kini Pengamat: Cerita di Balik UKMF Bionic
Tinggal di pedesaan yang dikelilingi sawah dan kolam selalu memberi saya pengalaman yang menenangkan sekaligus menginspirasi. Rumah sederhana yang saya tinggali menjadi saksi kehidupan beragam burung yang setiap hari datang dan pergi. Pagi-pagi sekali, suara burung ruak-ruak yang khas terdengar dari arah sawah, menjadi pengantar awal hari saya. Tidak lama setelahnya, kicauan burung gereja yang beterbangan dari satu atap ke atap lain ikut menambah harmoni alam di sekitar rumah. Terkadang, jika saya memutuskan untuk keluar rumah lebih pagi, saya bisa melihat burung blekok berjalan anggun di pematang sawah. Selain itu, derik burung puyuh yang terdengar dari rerumputan sering kali membuat saya berhenti sejenak, menikmati keindahan kecil yang kerap terabaikan.
Di belakang rumah, kebun kecil dengan pohon-pohon rindang menjadi tempat favorit bagi burung lain. Cekakak jawa, dengan bulu birunya yang mencolok, sering kali terlihat menyambar serangga di udara atau ikan-ikan kecil di kolam dekat kebun. Ketika malam tiba, burung hantu biasa bertengger di dahan pohon, memberikan suara serak khas yang dulu sering membuat saya takut. Suara burung Perkutut jawa dan Tekukur biasa di siang hari pun melengkapi harmoni alam yang seakan menjadi musik alami kehidupan saya.
Keanekaragaman burung yang setiap hari saya saksikan menimbulkan banyak pertanyaan di kepala saya. “Apa nama burung ini?” “Mengapa suaranya berbeda?” “Apa yang mereka makan dan bagaimana cara mereka bertahan hidup di lingkungan yang terus berubah ini?” Pertanyaan-pertanyaan itu muncul setiap kali saya melihat burung-burung ini beraktivitas di habitat alaminya. Namun, sebagai anak desa yang belum banyak terpapar ilmu tentang burung, rasa penasaran itu sempat hanya berhenti di angan-angan.
Semua berubah ketika saya masuk Universitas Negeri Yogyakarta dan menemukan UKMF BIONIC, sebuah unit kegiatan mahasiswa yang fokus pada keanekaragaman hayati, khususnya burung. Sejak mengikuti Pergam (Perekrutan Anggota Muda) di UKMF BIONIC, rasa penasaran saya perlahan berubah menjadi semangat belajar. Saya mulai mengenali burung tidak hanya dari penampakan luarnya, tetapi juga melalui pola suara, kebiasaan makan, hingga habitat favoritnya.
Kini, ketika saya mendengar suara burung ruak-ruak dari kejauhan, saya dengan mudah mengenalinya, termasuk habitat dan makanannya. Ketika melihat Bondol Jawa yang sedang berkerumun di sawah, saya tahu bahwa mereka sedang mencari biji-bijian. Bahkan, saat malam tiba dan saya mendengar suara burung hantu biasa, rasa takut yang dulu ada tergantikan oleh kekaguman.
Bergabung dengan BIONIC telah membawa saya pada pengalaman yang sangat berharga. Selain mempelajari ilmu tentang burung, saya juga menyadari pentingnya peran burung dalam ekosistem. Mereka membantu penyerbukan, menyebarkan biji, hingga mengontrol populasi serangga yang bisa menjadi hama bagi tanaman. Kehadiran burung tidak hanya memperkaya keanekaragaman hayati, tetapi juga menjaga keseimbangan alam yang secara tidak langsung mendukung kehidupan manusia.
Kini, setiap kali saya keluar rumah, suara burung yang terdengar menjadi semacam musik yang selalu saya nantikan. Pengalaman ini memberikan saya perspektif baru tentang keindahan dan kompleksitas alam. Melalui UKMF BIONIC, saya menemukan jawaban atas rasa penasaran saya sekaligus menemukan panggilan untuk melestarikan keanekaragaman hayati di desa tempat saya tinggal.
Menjadi pengamat burung bukan hanya tentang mengenali spesies mereka, tetapi juga tentang memahami bagaimana mereka hidup dan berinteraksi dengan lingkungannya. Keindahan dan keberagaman burung-burung ini menjadi pengingat betapa kayanya alam kita, sekaligus tanggung jawab kita untuk menjaga keindahan itu agar tetap ada untuk generasi mendatang. Saya berharap pengalaman saya ini dapat menginspirasi orang lain untuk lebih peduli terhadap lingkungan, mulai dari langkah-langkah kecil yang bisa kita lakukan setiap hari. (Septi Nur Hidayah)
Tidak ada komentar